Permasalahan struktural ekonomi mengakibatkan pertumbuhan ekonomi yang melambat saat sebelum dan sesudah covid-19 hal ini disebabkan oleh faktor eksternal dan juga indikator struktural dari ekonomi nasional sendiri. Menurut pandangan penulis, masalah ini disebabkan dari tidak berimbangnya pelaku ekonomi yang dimana mayoritas pelaku ekonomi mendapatkan pelayanan atau perhatian yang minoritas. Sebanyak 99,99% unit bisnis Indonesia merupakan sektor UMKM dan hanya sebanyak 0,1% merupakan unit bisnis besar. Namun banyak dari pelaku UMKM ini yang tidak mendapat pelayanan kredit yang memadai. Menurut OJK, UKM setidaknya tidak pernah mendapat penyaluran kredit sebesar 20% dari total kredit perbankan yang seharusnya menurut peraturan Bank Indonesia no.17/2015 perbankan dapat melakukan penyaluran terhadap UMKM seminimalnya sebesar 20% akan tetapi hal tersebut tidak terlaksana. Hanya 18% saja yang terserap dari dana kredit seperti bulan September tahun 2020 yaitu dari dana yang seharusnya Rp 5.602 triliun bagi UMKM. Dimana UMKM merupakan sektor paling besar menyerap tenaga kerja sebesar 97% dan berkontribusi terhadap PDB negara sebesar 60%.
Potensi peningkatan terhadap mutu UMKM pun tidak berjalan dengan baik dan maksimal. Hanya sedikit produk UMKM yang dapat bersaing di pasar global bahkan di ASEAN hanya 6,3% UMKM kita yang dapat terlibat. Kontribusi terhadap ekspor UMKM Indonesia juga masih rendah yaitu sebesar 16% dan kalah jauh dengan negara Asia lainnya. UMKM Indonesia rendah disebabkan oleh beberapa hal dari inovasi yang kurang dan fasilitas yang kurang didukung menjadikan produk Indonesia kurang memiliki daya tarik, lalu mengenai peraturan hal ini menjadi poin yang sangat penting dimana mengenai peraturan kemitraan saat ini masih belum dibentuk dimana nantinya hal ini akan merugikan UMKM karena apabila pihak kemitraan terlambat untuk membayar atas kegiatan kerjasama tersebut dikarenakan cashflow atau uang yang terus mengalir menjadi poin penting demi keberlangsungan UMKM.
Indonesia perlu belajar dari Korea dan Jepang. Mengenai inovasi kita perlu belajar dimana pada negara Korea pemerintah sangat memperhatikan keberlangsungan UMKM dalam menerapkan inovasi yang baru dan kreatif untuk menghasilkan produk unggul dan memiliki kelebihan dibanding produk lainnya. Seperti contoh produk yang dihasilkan mengurangi penggunaan energi, mengurangi emisi, atau memiliki performa yang lebih unggul. Lalu dari negara Jepang kita belajar mengenai peraturan Kemitraan dimana negara Jepang menerapkan UU promosi sub kontrak yang mengatur mengenai keterlambatan pembayaran atas sub kontrak dan memastikan kemitraan berlaku adil serta melindungi sub kontrak.
Sumber:
https://analisis.kontan.co.id/news/belajar-transformasi-ukm-dari-korea-jepang