Disaat pandemic Covid-19 serta terjadinya krisis ekonomi pada tahun 2020 maka tidak dapat dipungkiri bahwa di Indonesia mengalami kontraksi penerimaan perpajakan sebesar -19,7% (yoy). Oleh karena itu penurunan rasio penerimaan perpajakan tersebut menjadi dasar bagi pemerintah untuk meningktakan tariff pajak agar mampu manambah penerimaan pajak di masa mendatang.
Salah satunya yaitu pemerintah berencana menaikan pajak pertambahan nilai (PPN) untuk sembako di Indonesia. Hal tersebutlah yang menjadi kekhawatiran masyarakat bahwa nantinya akan adanya peningkatan harga sembako, yang tentunya akan memberatkan masyarakat kalangan bawah. Tidak berhenti sampai disitu apabila hal tersbut terjadi maka dapat menghambat pula pertumbuhan ekonomi di Indonesia dikarenakan menurut BPS pengeluaran rumah tangga menyumbang 57,6% terhadap pertumbuhan ekonomi 2020, dan pengeluaran rumah tangga terbesar penduduk 40% terbawah adalah pengeluaran makanan dari sekitar 63% total pengeluaran.
Oleh karena itu penerimaan Negara sebaiknya bukan dari meningkatkan tariff pajak PPN sembako, melainkan bisa seperti menaikkan PPh dari deviden atas saham, imbal hasil dari deposito ataupun imbal hasil dari utang Negara. Dikarenakan apabila dari PPN sembako maka akan meningkatkan resiko jumlah masyarakat Indonesia yang kekurangan gizi dan stunting yang disebabkan oleh meningkatnya harga utama pangan yaitu sembako.